Senin, 27 Februari 2012

Pengen Resign Part 3...

Tulisan "Pengen Resign" sudah memasuki part 3 nih... he3... . Tulisan "Pengen Resign" akan berakhir ketika saya benar-benar sudah resign. Minta doanya ya dari teman-teman semua semoga lancar...

Mungkin sebagian besar orang menganggap saya sebagai anak durhaka atau minimal "nggak tau diri". Yah wajarlah kalau mereka menganggap saya seperti itu. Karena saya sendiri merasa memang saya nggak tau diri. Sudah disekolahin mahal-mahal sampai harus utang ke sana kemari ternyata balasannya tidak setimpal. Setidaknya itu yang sekarang saya rasakan. Tapi bagaimanapun juga keputusan harus tetap diambil. Sepahit apapun.


Saya lebih memilih untuk tetap resign walaupun surat permohonan sampai detik ini belum juga dibuat. Insya Allah dalam beberapa bulan ini. Saya yakin pasti terbersit rasa kecewa dan sedih di hati bue. Tapi mau bagaimana lagi ? Keputusan saya sudah bulat. Dan terakhir telepon bue hari Sabtu kemarin nada bicaranya sudah beda dari yang sebelumnya. Sudah terdengar lebih ikhlas (kayaknya sih... ). Ffffiuuhhhh... leganya luar biasa. Mata saya berkaca-kaca mendengar kata-kata bue dari seberang telepon. Perempuan yang tidak terasa sudah berumur setengah abad lebih itu selama ini selalu mendukung keputusan saya walaupun pada awalnya keputusan saya untuk resign beliau agak keberatan. Tidak mudah dan saya yakin tidak semua orang tua bisa menyetujui keputusan anaknya untuk resign. Tapi itulah hebatnya bue.


Saya berjanji untuk tidak akan mengecewakan bue. Saya ingin membuktikan bahwa keputusan yang saya ambil ini adalah benar. Saya akan terus berusaha untuk membesarkan hati bue agar beliau tidak terlalu kecewa.

Jumat, 24 Februari 2012

Merajut Mimpi dengan Ngeblog...

Wah... saya termasuk pemula dalam dunia blog. Ibaratnya kalau tingkatan anak sekolah ya masih TK. Belum ngerti apa-apa. Mulai merambah dunia blog yang ada di internet sejak April 2010. Multiply-lah yang pertama kali mengajarkan saya mengenai blog. Memilih Multiply karena kemudahan membuat themes dan terkesan simpel. Dari blog ini saya berkenalan dengan para penulis. Saya sok SKSD dengan mereka. Saya add blog mereka dan berharap cepat dikonfirmasi. Menjelajahi blog mereka sangatlah menyenangkan. Membaca tulisan-tulisan mereka tentang dunia kepenulisan, tips-tips sukses menembus media, dan motivasi dalam menulis. Pokoknya sangat menyenangkan. Salah satu blogger yang saya kenal ya mbak Aan. Subhanallah beliau baik banget nggak pelit bagi-bagi ilmu kepenulisan. Padahal saya termasuk nyuwbai. Saya jadi semangat merajut mimpi jadi penulis.

Entah kenapa saya pelan-pelan mulai meninggalkan Multiply. Kesibukan seharusnya tidak menjadi alasan saya untuk tidak ngeblog. Tapi ya begitulah saya. Kalau lagi mood nulis sehari bisa dua tulisan. Eh giliran males nulis bisa berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan saya tidak menghasilkan satu tulisanpun. Sampai-sampai dosen saya yang juga blogger menegur kok saya jadi jarang update isi blog. Hehehe... makasih bu telah mengingatkan saya. Karena sudah kelamaan nggak ngeblog di Multiply akhirnya saya pindahan rumah... eh blog. Rumah dunia maya maksudnya. Saya memilih blogspot sebagai rumah baru. Sebenarnya wordpress juga punya tapi masih agak bingung. Jadi yang lebih diurusi ya yang di blogspot. Bingung memilih nama akhirnya pakai nama asli saja dan tulisan yang paling saya suka dari dulu untuk blog saya ya “Sejenak Mengambil Jeda...”. Entah kenapa saya suka banget dengan kalimat itu. Mulai utak-atik themes dan akhinya dari sekian themes terpilihlah themes dengan campuran warna merah marun dan pink. Cari-cari picture yang tepat. Hmmm... rambut merah Kenshin Himura cocok sama warna background blog. Sedikit ditambahkan aksesoris dan tarrraaa.... jadilah rumah baru yang girly banget. Qiqiqi... nggak girly sih sebenarnya lha profil picturenya aja Kenshin Himura. Sederhana sih tampilan blog saya tapi saya merasa nyaman dengan blog ini. Nyamaaaaannnn banget.


Isi blognya biasa saja. Kebanyakan curcol-curcol ringan saja sih. Tapi saya sudah puas kalau sudah menumpahkan tulisan di blog. Lega. Tidak banyak yang memberikan komentar tapi saya tidak begitu peduli dengan komentar. Yang penting saya sudah menulis. Karena tujuan saya membuat blog memang untuk melatih kemampuan menulis dan yups tulisan bisa menjadi terapi diri (yang lagi banyak pikiran... ati-ati bisa stress kalo nggak nulis... pissss...). Sebenarnya pengen punya banyak teman sesama blogger di blogspot ini. Tapi ya itu karena saya nggak bisa fokus merawat blog dan rajin berselancar ke blog teman-teman yang lain. Maklum internetannya cuma mengandalkan fasilitas kantor. Masuk ke warnet kalau memang butuh banget misalnya ada deadline yang harus segera dikirim. Modem....??? ahhh... males saya berurusan dengan modem. Males bayar maksudnya... hehehe... . Pengen banget punya blog yang isinya tulisan-tulisan serius ya seperti opini atau resensi buku. Rencananya sih ini indri. Blognya masih dalam tahap maintenance.. hehehe... gayanya... . Saya berharap dengan rajin menulis di blog semakin terasah kemampuan menulis saya. Pengen tulisan-tulisan saya di blog ada yang melirik dan bisa dibukukan (Ngarep... hehehe...)


Yah... begitulah blog... blog bagi saya sudah menjadi rumah kedua (emang punya rumah pertama...??? qiqiqi...). Hidup tanpa blog bagaikan sup tanpa garam. Nggak ada rasanya... . Hmm... pokoknya nggak nyesel sudah mengenal blog. So ngeblog...??? why not ...???


*Tulisan ini diikutsertakan dalam kontes "Ngeblog di Mata Perempuan" yang diselenggarakan emak2blogger

Rabu, 15 Februari 2012

Mengais Asa yang Tertunda...

Awalnya saya sama sekali tidak suka menulis. Pelajaran bahasa Indonesiapun bagi saya merupakan pelajaran yang sangat susah. Karena pelajaran satu ini lebih cenderung mengeksplorasi kemampuan menulis siswa. Sedangkan saya membuat satu kalimatpun membutuhkan waktu bermenit-menit. Apalagi kalau diminta untuk menulis puisi atau bahkan sebuah karangan bebas. Jangan tanya saya pasti membutuhkan waktu berjam-jam. Buntu, tidak ada ide. Mending saya disuruh mengerjakan 100 soal Matematika daripada mengarang. Hi3... parah deh pokoknya.


Kemampuan menulis saya yang payah ini berlanjut sampai SMU. Sampai suatu ketika saya dipertemukan dengan muslimah yang membantu saya menunjukkan kebenaran Islam. Ternyata Islam yang selama ini saya pahami salah. Dulu saya mengira Islam itu ya cukup dengan rajin sholat, mengaji, puasa, zakat, dan ritual-ritual ibadah lainnya. Ternyata Islam itu juga harus diterapkan menjadi sebuah sistem dalam kehidupan. Lho kok jadi ngomongin Islam...??? hi3... maksudnya semenjak itulah saya ingin menyebarkan ilmu yang sudah saya dapatkan mengenai Islam melalui tulisan. Dan di lain pihak memang kami dianjurkan mengirim tulisan boleh berupa opini ataupun surat pembaca ke media massa setiap bulannya. Wah mau tidak mau saya harus mulai menulis. Mulai saat ini. Walaupun awalnya sebuah keterpaksaan.


Tema pendidikan sepertinya yang saya tulis waktu itu untuk surat pembaca karena memang momennya pas dengan masa-masa kelulusan siswa. Draft pertama saya serahkan ke senior dan tahukah kawan hasilnya seperti apa...??? tulisan saya penuh coretan bahkan tulisan asli saya banyak yang ketutup coretan-coretan. Hadehhh.... . Segera saya perbaiki draft saya dan segera saya kirimkan ke media lokal karena takut kehilangan momen. Saat itu saya masih menggunakan mesin ketik. Ke rental takut... maklum gaptek akut. Alhamdulillah surat pembaca saya dimuat di koran lokal tepat menjelang kelulusan saya. Yang jelas tidak mendapatkan honor. Namanya juga Surat Pembaca. Tapi setidaknya itu memacu saya untuk belajar menulis.


“Ndri menang... “, Kata teman saya. Alhamdulillah resensi buku “Jangan jadi bebek” karya O. Sholihin yang saya ikutkan lomba menulis resensi di kampus menang. Sebagai imbalannya uang hadiah sebesar Rp 75.000,- pun berpindah ke tangan saya. Uang tersebut langsung saya belikan tiket pulang kampung. Lumayan masih ada sisa. Pikiran saya saat itu mungkin lomba menulis resensi ini hanya segelintir yang ikut berpartisipasi. Jadilah dengan terpaksa juri memilih naskah saya sebagai pemenang karena tidak ada naskah lain yang masuk. Mungkin...


Saya semakin rajin menulis ketika memasuki masa-masa magang. Sekolah Tinggi Kedinasan yang saya ikuti mewajibkan mahasiswanya magang sebelum penempatan kerja. Kebetulan tempat saya magang tidak begitu banyak pekerjaan. Sering seharian saya hanya bengong menonton TV. Daripada bengong terus malah kesambet the invisible mending saya coret-coret menumpahkan pikiran yang ada di otak. Motivasi saya hanya untuk bagaimana supaya opini saya ini tersebar. Biasanya yang saya tulis mengenai bobroknya sistem pemerintahan yang ada. Pokoknya mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah. Keren dong...??? tidak... bahasa yang saya gunakan tentu sangat sederhana. Saya tidak peduli harus menggunakan bahasa yang seperti apa. Lagian saya hanya berbekal sebuah buletin yang saya terima tiap minggu kemudian saya ringkas isinya memakai bahasa sendiri. Tentu saja selalu saya bubuhkan sumber tulisan. Namanya juga hanya belajar sendiri, tidak ada guru atau senior yang mengarahkan seharusnya tulisan saya itu seperti apa. Hanya berbekal pede saja. Kirim saja tulisan saya di surat pembaca koran Sindo. Entah dimuat atau tidak yang penting saya sudah kirim. Selain itu saya juga mengincar sebuah komputer di kantor tempat saya magang yang bisa jaringan intranet. Biasanya ketika para pegawai laki-laki sholat jum’at dan pegawai perempuan istirahat makan, saya minta izin untuk menggunakan komputer itu. Senangnya bukan kepalang. Segera saya ketik cepat-cepat tulisan yang memang sudah saya siapkan sebelumnya dan langsung dikirim ke sebuah forum diskusi. Fffiuhhh... lega kalau tulisan sudah terkirim. Tentu saja tulisan saya yang mengkritik kebijakan pemerintah langsung dicaci maki oleh hampir sebagian besar anggota forum diskusi yang memang semuanya adalah abdi negara. Cuek. Yang penting saya sudah menyebarkan opini yang menurut saya benar.


Ketika saya sudah penempatan dan mulai bekerja, saya berkenalan dengan blog publik yang ada di jaringan intranet (*di kantor belum bisa jaringan internet) namanya Ciblog. Saya tertarik. Mulailah saya belajar membuat blog. Bagaimana membuat tulisan bisa kerlap-kerlip, tulisan bisa jalan-jalan. Blog saya sangat sederhana tampilannya tanpa ada tambahan pernak-pernik lainnya. Sedangkan blog-blog yang lain penampilannya saja sangat menarik. Saya membuat 2 akun blog di Ciblog saat itu. Blog pertama berisi curcol-curcol saja. Pokoknya cerita-cerita ringan saja. Sedangkan blog yang kedua berisi tulisan-tulisan yang mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah. Kekonsistenan saya untuk menulis tulisan yang aktual (*walaupun kontroversial) mengakibatkan saya masuk nominasi blog yang aktual (*aduhhh saya lupa masuk nominasi apa ya... hi3...) versi blog Abunawas (salah satu anggota Ciblog yang tiap tahun mengadakan penjurian blog) walaupun tidak menang. Padahal tulisan saya ecek-ecek dan asal nyeplos saja.


Saya vakum menulis ketika blog publik yang berkeliaran di ranah jaringan intranet itu dicabut peredarannya (Kayak narkoba saja...). Wah banyak tulisan-tulisan saya yang raib. Karena saat itu saya belum memiliki komputer pribadi. Masih menumpang kantor euuyyy... . Benar-benar gairah saya menulis menguap begitu saja. Jaringan internet tidak bisa, intranet tidak ada Ciblog bagaikan makan sop tanpa garam (hambar gituu... ). Biasanya tiap malam saya berpikir apa ya yang mau saya tulis di Ciblog besok. Ada sebenarnya sebuah Forum Diskusi yang dulu sering saya ikuti semasa magang. Tapi saya merasa suasananya sudah berbeda, sudah tidak ramah lagi seperti dulu. Sering tulisan-tulisan saya yang memang mengkritik pemerintah dilock sama adminnya dengan alasan tulisan saya bermuatan politik. Tetapi anehnya banyak tulisan-tulisan yang isinya malah kampanye terhadap partai politik tertentu. Saya marah. Saya sampaikan perlakuan tidak adil yang saya terima. Tetapi adminnya tutup kuping. Tulisan saya masih saja dilock sedangkan mereka bebas berkampanye. Semakin malaslah saya. Mau membuat blog di internet tidak tahu caranya. Ya sudah selama sekitar dua tahun saya tidak berhasil membuat sebuah tulisan, walaupun hanya sekedar cerita ringan berisi curcol. Parah...


Entah bagaimana awalnya, akhirnya saya berkenalan dengan “Multiply”. Sebuah blog yang mencakup juga jejaring sosial. Karena tertarik dengan buku baru yang dipromosikan oleh salah satu member multiply, buku “Oyako No Hanashi” karya mbak Aan Wulandari, saya berkenalan dengan pemilik akun “diansya” ini. Beliau ramah dan tak segan-segan menjawab semua pertanyaan saya. Berkeliaranlah saya menjelajahi isi blog mbak Aan. Isinya seputar celoteh kedua anaknya, resensi buku yang entah sudah keberapa kali dimuat di media, tulisan-tulisan yang dimuat di media, dan buku-buku karyanya. Subhanallah... produktif banget. Ingin sekali suatu saat saya bisa menulis buku. Mulailah saya tertatih-tatih menuliskan kata demi kata di blog. Hanya berisi curcol-curcol saja sih sebenarnya. Tapi itu sudah cukup membangkitkan semangat menulis saya. Walaupun awalnya berat, tapi saya mencoba menjalaninya. Karena memang saya ingin belajar menulis. Saya ingin seperti dulu yang rajin menulis opini-opini singkat seputar kebijakan pemerintah. Tapi sebagai langkah awal saya menulis pengalaman sehari-hari dulu. Belajar menuliskan apa saja yang sedang berkeliaran di otak. Mengikuti lomba-lomba kepenulisan yang ternyata banyak sekali juga saya gunakan sebagai ajang pembelajaran. Tidak peduli dengan hasil penjurian yang mengakibatkan naskah saya tidak lolos. Yang penting menulis... menulis... dan menulis... apapun itu. Dan saya yakin impian saya menjadi penulis suatu saat nanti akan terwujud asalkan saya berusaha untuk mewujudkannya. Sebuah kalimat yang menginspirasi saya adalah kata-kata dari Arai (-Sang Pemimpi-) “Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu... “. Saya mulai membuka mata dan berani bermimpi. Ganbatte...!!!!

Buku : Sahabat Sejatiku...

Pertama kali jatuh cinta sama buku ketika suatu hari bapak membawa segepok buku cerita dari perpustakaan kantornya. Kata beliau buku-buku tersebut merupakan buku-buku bekas. Perpustakaan kantor akan diganti dengan buku-buku baru. Bukunya macam-macam. Kebanyakan cerita dongeng yang selama ini hanya bisa saya nikmati di TV. Cinderela, Putri Salju dan tujuh kurcaci, Putri yang besarnya cuma sejempol, Pangeran Kodok, Abunawas, Jack dan pohon kacang, dan lain-lain. Ada juga beberapa buku yang berisi kisah-kisah penuh hikmah. Dalam waktu relatif singkat saya sudah membaca semua buku yang dibawakan bapak. Tetapi saya tidak pernah bosan. Selalu mengulang buku-buku tersebut tiap kali tidak ada lagi buku yang bisa dibaca. Akibatnya saya hafal jalan cerita dari dongeng-dongeng tersebut. Karena Bapak juga tidak sanggup membelikan buku buat saya, akhirnya beliau memutuskan untuk berlangganan majalah anak-anak. “Mentari Putera Harapan” itu majalah anak-anak pertama saya. Saya lupa periode terbitnya. Yang jelas saya selalu tidak sabar tiap kali majalah tersebut terbit. Bisa hanya menghabiskan waktu sehari untuk membacanya. Majalahnya tipis. Saya tidak pernah dibelikan buku kecuali buku-buku pelajaran. Masih beruntung bapak mau membelikan saya majalah yang belum tentu bisa dimiliki oleh anak-anak seusia saya waktu itu.


Ketika masuk SMP saya tidak berlangganan majalah anak-anak lagi. Karena pembahasannya sudah berbeda. Saat itu saya tidak tahu buku apa yang sedang best seller. Benar-benar buta tentang perbukuan. Karena memang tidak ada rupiah untuk bisa membeli buku. Akhirnya pilihan jatuh ke majalah lagi. Ya karena majalah harganya lebih terjangkau. Tapi saat itu saya memilih majalah berbahasa Inggris untuk remaja “Genius”. Maklum baru semangat-semangatnya belajar bahasa Inggris. Sedangkan majalah-majalah remaja yang saat itu sedang tren cukup meminjam saja dari teman. Toh juga tidak ketinggalan berita terkini tentang para remaja.


Suatu kali saya mengerjakan tugas kelompok di rumah salah seorang teman. Dan saya terhenti di sebuah ruangan yang penuh berisi buku. Teman saya menjelaskan bahwa ruangan tersebut merupakan ruang perpustakaan bapaknya. Sebagian besar buku-buku agama karena bapak teman saya memang seorang guru Agama di sebuah SMU negeri di kota kami. Saya iri kenapa bapak saya tidak mempunyai perpustakaan. Setiba di rumah sayapun mempertanyakan hal tersebut. Bapak saya tidak menjawab. Beliau hanya diam. Dan tanpa beliau menjawabpun sebenarnya saya sudah tahu jawaban yang akan terlontar. Saya geledah seluruh isi rumah. Saya menemukan beberapa buku cara bertanam dan berternak, pengobatan madura, resep masakan, primbon, serta bibel. Kata bapak bibel ini sekedar untuk membandingkan. Dan terbukti bahwa Al-Quranlah yang paling sempurna. Buku-buku yang bapak miliki seputar pertanian dan peternakan karena beliau memang sedang merintis usaha tersebut. Saya tidak bisa memaksa bapak untuk bisa membelikan saya buku-buku. Bisa sekolah dan berlangganan majalah sudah cukup buat saya. Saya berjanji dalam hati tidak akan menuntut bapak dan membuka pembicaraan tentang buku lagi. Tetapi saya meyakinkan dalam hati bahwa suatu saat nanti saya harus mempunyai sebuah perpustakaan pribadi dan taman bacaan. Saya simpan erat-erat impian saya tersebut.


Setiap Minggu sore jam setengah lima di RCTI ada film favorit saya “Sahabat Pilihan”. Berkisah tentang dua orang sahabat yang mengelola sebuah perpustakaan untuk anak-anak yang ada di sekitarnya. Keinginan saya untuk memiliki sebuah perpustakaan semakin hebat. Tetapi karena terbentur dengan persiapan Ebtanas, keinginan untuk mengumpulkan buku ditunda dulu. Lebih baik mengumpulkan buku-buku berisi kumpulan soal-soal Ebtanas daripada buku-buku yang tidak ada hubungannya dengan akademis, begitu pikir saya waktu itu. Saya merasa masa-masa SMP merupakan masa-masa paling kuper dengan buku. Ditambah lagi buku-buku perpustakaan yang ada di sekolah tidak update. Paling suka waktu itu buku-buku biografi dan cerita detektif. Komikpun saya tidak berminat membacanya. Alasannya simpel bingung cara membacanya. Berkebalikan dengan teman saya yang sangat getol membaca komik. Bahkan tak jarang mencuri-curi waktu belajar di kelas.


Bersentuhan lagi dengan dunia perbukuan ketika memasuki SMU. Karena penampilan saya yang berkerudung ditambah lagi dengan tampang super kalem (he3...) ternyata menarik minat mbak-mbak yang berkecimpung di keputrian sekolah. Mereka menawariku novel-novel remaja islami. Mereka juga menjelaskan bahwa ini adalah salah satu program di keputrian yaitu perpustakaan keliling. Saya seperti orang kampungan yang baru melek buku. Baru tahu ternyata ada buku-buku remaja sebagus itu. Saya termasuk murid baru yang rajin meminjam buku. Berkenalanlah saya dengan buku-buku seperti Annida, Aisyah Putri, Faris dan Haji Obet, dan novel-novel remaja islami lainnya. Tetap saja saya hanya membaca dan tidak punya koleksi buku di rumah. Namanya juga buku pinjaman. Padahal harga buku saat saya masih SMU tergolong murah bila dibandingkan sekarang. Sekarang harga buku sebagian besar di atas tiga puluh ribu. Buku novel Annida yang nekad saya beli saat itu sebenarnya harganya cuma dua belas ribu. Tapi nilai uang saat SMU dengan sekarang tentu berbeda. Dua belas ribu waktu itu tergolong mahal apalagi untuk anak ukuran SMU seperti saya. Harus menabung berminggu-minggu untuk bisa menuruti keinginan membeli buku. Bahkan sempat terbersit rasa sesal karena telah membeli buku yang bukan buku pelajaran. Menyesal karena merasa uang tersebut melayang sia-sia. Rekor buku saya selama tiga tahun semasa SMU hanya dua yaitu novel Annida dan buku komedi Faris dan Haji Obet. Selebihnya saya tenggelam dengan buku-buku akademik. Sebenarnya ingin sekali melirik untuk membeli buku-buku yang saat itu lagi tren. Tapi cepat saya berpaling. Ada yang jauh lebih penting ketimbang buku-buku itu yaitu latihan soal-soal SPMB. Terlebih ketika kakak kelas yang rajin meminjami saya buku-buku sudah lulus. Semakin jauhlah saya dari buku. Bahkan buku Chicken Soup-pun saya tidak tahu. Benar-benar kuper pokoknya. Paling buku yang saya tahu “100 orang paling berpengaruh di dunia”.


Memasuki bangku kuliah saya mulai akrab dengan buku. Apalagi teman sekamar saya doyan membaca buku tapi lewat persewaan buku. Mulailah saya berkenalan dengan buku-bukunya Fira Basuki, Supernova-nya Dee, buku-buku chicklit dan teenlit, istilah-istilah trilogi, tetralogi-pun mulai akrab di telinga. Dan sejak saat itu saya menyisihkan beberapa puluh ribu untuk membeli sebuah buku dalam satu bulan. Tidak lebih dan tidak kurang, satu buku dalam satu bulan. Maklum masih meminta jatah uang bulanan dari orang tua. Walaupun saya juga mencari sambilan mengajar. Lumayan walaupun satu buku satu bulan, tetapi bisa menambah koleksi buku saya yang memang jumlahnya tidak seberapa. Bahkan taktik agar saya bisa membaca buku padahal sedang krisis, saya akan berlama-lama di toko buku tersebut. Membaca sebuah buku yang menarik. Lumayan terkadang dapat setengah isi buku. Besoknya dilanjutkan lagi. Hemat bukan...??? tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun.


Selepas lulus kuliah selama satu tahun, ada kewajiban bagi kami untuk magang. Saya mendapatkan tempat magang yang strategis. Strategis maksudnya dekat dengan tempat-tempat yang sering mengadakan pameran buku. Rajin sekali saya menyambangi Pameran. Entah itu pameran bukunya Kompas-Gramedia, Islamic Bookfair, Pesta Buku Jakarta, atau pameran-pameran yang sering diadakan Dinas Pendidikan Nasional. Bahkan untuk Islamic Bookfair hampir setiap hari saya kunjungi selepas pulang magang. Karena memang lokasinya yang sangat dekat.


Hingga suatu kali sekitar tahun 2007 saya berkenalan dengan buku Laskar Pelangi. Saya mengetahui buku itu dari sebuah forum diskusi yang memang membahas tentang buku. Penasaran. Dan menurut info yang saya peroleh harga buku ini mahal. Akhirnya saya memutuskan untuk ke Pasar Kwitang. Tidak sulit menemukan buku ini. Karena memang saat itu Laskar Pelangi merupakan buku yang fenomenal. Dengan harga separuhnya pula dari harga yang dibandrol di toko buku (Maaf Andrea Hirata). Tanpa pikir panjang saya beli buku itu. Senang karena dengan harga yang murah bisa mendapatkan buku yang sangat memotivasi.


Tetapi sebenarnya buku yang paling menginspirasi saya bukanlah buku Laskar Pelangi. Melainkan Sang Pemimpi. Buku Kedua Andrea Hirata. Di situ diceritakan mengenai mimpi-mimpi dua orang sahabat yang sepertinya mustahil untuk diwujudkan. Dua orang dari kalangan bawah bermimpi untuk bisa kuliah di Paris. Tetapi ternyata dengan sebuah tekad dan motivasi dari guru SMA mereka bisa mewujudkan mimpi-mimpi itu. Sebuah kalimat yang paling saya sukai dari Arai “Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”. Dari buku inilah saya mulai berani untuk bermimpi yang lebih besar. Dan mulai merintis jalan untuk mewujudkan mimpi-mimpi saya itu. Dan untuk buku Sang Pemimpi ini saya membeli asli dari toko buku.


Sekarang jumlah buku yang saya miliki sudah mencapai angka ratusan. Kamar kos saya yang sempit ini sudah tidak muat menampung buku-buku saya. Sebagian kecil sudah saya masukkan ke dalam kardus karena rak-rak buku yang ada sudah tidak muat lagi. Dua rak buku susun tiga plus 1 rak memanjang tempat komputer yang bagian samping dan bawah rak bisa dijadikan sebagai tempat buku. Ditambah lagi kardus-kadus yang sudah saya sulap menjadi tempat buku. Mumpung saya masih diberi kesempatan bisa membeli buku-buku. Karena saya memang mempunyai keinginan nanti kalau sudah berkeluarga mempunyai taman bacaan di rumah untuk tetangga sekitar. Buku yang saya miliki pun beragam. Buku anak-anak, parenting, religi, novel-novel yang mendidik (novel-novel picisan saya tidak suka), sampai majalah-majalah saya koleksi. Terbayang betapa sempitnya kamar kos saya. Bahkan malah teman saya yang bingung nanti bagaimana kalau saya mau pindah kos. Memang itulah yang menjadi salah satu alasan kenapa saya masih bertahan di kamar kos ini. Malas untuk pindahan.


Yang pasti saya akan tetap menambah koleksi buku-buku saya. Walaupun ada salah seorang teman yang mengatakan ” Saya kalau buku-buku seperti itu sayang kalau harus membeli. Mending baca di perpustakaan “, Katanya sambil menunjuk buku Laskar Pelangi yang saat itu sedang saya baca. Saya tidak menanggapinya. Karena saya beranggapan semua buku itu bermanfaat. Walaupun buku itu berisi pengalaman pribadi. Ya buku-buku semacam itu sekarang sedang marak. Buku-buku antologi yang berdasarkan kisah nyata. Bagi saya itu buku yang sangat menarik. Tidak mudah untuk menuangkan kisah pribadi dalam bentuk tulisan. Dan yang pasti kisah-kisah tersebut biasanya cukup menginspirasi dan bahasa yang digunakan mudah dicerna.


Buku, buku, dan buku. Sesuatu yang sangat menarik bila dibandingkan dengan apapun. Bahkan makanan selezat apapun.

Kamis, 09 Februari 2012

Amunisi untuk meng-counter V-Day...

V-day yang katanya hari kasih sayang tinggal beberapa hari lagi. Ini dia amunisi-amunisi yang kami siapkan untuk meng-counter V-day. He3... hasil contekan sih. Alhamdulillah teman-teman banyak yang berbagi materi-materi terkait V-day di dunia maya ini. syukron... ^_^

1. Power Point-nya ustadz Felix Siauw
Alhamdulillah... lumayan tinggal belajar... he3...















2. Bukan buletin sih... semacam selebaran lah... belum sanggup kalau harus bikin buletin. Tulisannya...??? he3... dapet contekan dari buletin Islamuda. Ada beberapa paragraf yang di-cut biar lebih ringkas. Lumayanlah buat dibagi-bagi ke para remaja.















3. Lagi bikin mading juga. Tapi belum selesai. Semoga bisa selesai tepat waktu. Amin...