Rabu, 15 Februari 2012

Buku : Sahabat Sejatiku...

Pertama kali jatuh cinta sama buku ketika suatu hari bapak membawa segepok buku cerita dari perpustakaan kantornya. Kata beliau buku-buku tersebut merupakan buku-buku bekas. Perpustakaan kantor akan diganti dengan buku-buku baru. Bukunya macam-macam. Kebanyakan cerita dongeng yang selama ini hanya bisa saya nikmati di TV. Cinderela, Putri Salju dan tujuh kurcaci, Putri yang besarnya cuma sejempol, Pangeran Kodok, Abunawas, Jack dan pohon kacang, dan lain-lain. Ada juga beberapa buku yang berisi kisah-kisah penuh hikmah. Dalam waktu relatif singkat saya sudah membaca semua buku yang dibawakan bapak. Tetapi saya tidak pernah bosan. Selalu mengulang buku-buku tersebut tiap kali tidak ada lagi buku yang bisa dibaca. Akibatnya saya hafal jalan cerita dari dongeng-dongeng tersebut. Karena Bapak juga tidak sanggup membelikan buku buat saya, akhirnya beliau memutuskan untuk berlangganan majalah anak-anak. “Mentari Putera Harapan” itu majalah anak-anak pertama saya. Saya lupa periode terbitnya. Yang jelas saya selalu tidak sabar tiap kali majalah tersebut terbit. Bisa hanya menghabiskan waktu sehari untuk membacanya. Majalahnya tipis. Saya tidak pernah dibelikan buku kecuali buku-buku pelajaran. Masih beruntung bapak mau membelikan saya majalah yang belum tentu bisa dimiliki oleh anak-anak seusia saya waktu itu.


Ketika masuk SMP saya tidak berlangganan majalah anak-anak lagi. Karena pembahasannya sudah berbeda. Saat itu saya tidak tahu buku apa yang sedang best seller. Benar-benar buta tentang perbukuan. Karena memang tidak ada rupiah untuk bisa membeli buku. Akhirnya pilihan jatuh ke majalah lagi. Ya karena majalah harganya lebih terjangkau. Tapi saat itu saya memilih majalah berbahasa Inggris untuk remaja “Genius”. Maklum baru semangat-semangatnya belajar bahasa Inggris. Sedangkan majalah-majalah remaja yang saat itu sedang tren cukup meminjam saja dari teman. Toh juga tidak ketinggalan berita terkini tentang para remaja.


Suatu kali saya mengerjakan tugas kelompok di rumah salah seorang teman. Dan saya terhenti di sebuah ruangan yang penuh berisi buku. Teman saya menjelaskan bahwa ruangan tersebut merupakan ruang perpustakaan bapaknya. Sebagian besar buku-buku agama karena bapak teman saya memang seorang guru Agama di sebuah SMU negeri di kota kami. Saya iri kenapa bapak saya tidak mempunyai perpustakaan. Setiba di rumah sayapun mempertanyakan hal tersebut. Bapak saya tidak menjawab. Beliau hanya diam. Dan tanpa beliau menjawabpun sebenarnya saya sudah tahu jawaban yang akan terlontar. Saya geledah seluruh isi rumah. Saya menemukan beberapa buku cara bertanam dan berternak, pengobatan madura, resep masakan, primbon, serta bibel. Kata bapak bibel ini sekedar untuk membandingkan. Dan terbukti bahwa Al-Quranlah yang paling sempurna. Buku-buku yang bapak miliki seputar pertanian dan peternakan karena beliau memang sedang merintis usaha tersebut. Saya tidak bisa memaksa bapak untuk bisa membelikan saya buku-buku. Bisa sekolah dan berlangganan majalah sudah cukup buat saya. Saya berjanji dalam hati tidak akan menuntut bapak dan membuka pembicaraan tentang buku lagi. Tetapi saya meyakinkan dalam hati bahwa suatu saat nanti saya harus mempunyai sebuah perpustakaan pribadi dan taman bacaan. Saya simpan erat-erat impian saya tersebut.


Setiap Minggu sore jam setengah lima di RCTI ada film favorit saya “Sahabat Pilihan”. Berkisah tentang dua orang sahabat yang mengelola sebuah perpustakaan untuk anak-anak yang ada di sekitarnya. Keinginan saya untuk memiliki sebuah perpustakaan semakin hebat. Tetapi karena terbentur dengan persiapan Ebtanas, keinginan untuk mengumpulkan buku ditunda dulu. Lebih baik mengumpulkan buku-buku berisi kumpulan soal-soal Ebtanas daripada buku-buku yang tidak ada hubungannya dengan akademis, begitu pikir saya waktu itu. Saya merasa masa-masa SMP merupakan masa-masa paling kuper dengan buku. Ditambah lagi buku-buku perpustakaan yang ada di sekolah tidak update. Paling suka waktu itu buku-buku biografi dan cerita detektif. Komikpun saya tidak berminat membacanya. Alasannya simpel bingung cara membacanya. Berkebalikan dengan teman saya yang sangat getol membaca komik. Bahkan tak jarang mencuri-curi waktu belajar di kelas.


Bersentuhan lagi dengan dunia perbukuan ketika memasuki SMU. Karena penampilan saya yang berkerudung ditambah lagi dengan tampang super kalem (he3...) ternyata menarik minat mbak-mbak yang berkecimpung di keputrian sekolah. Mereka menawariku novel-novel remaja islami. Mereka juga menjelaskan bahwa ini adalah salah satu program di keputrian yaitu perpustakaan keliling. Saya seperti orang kampungan yang baru melek buku. Baru tahu ternyata ada buku-buku remaja sebagus itu. Saya termasuk murid baru yang rajin meminjam buku. Berkenalanlah saya dengan buku-buku seperti Annida, Aisyah Putri, Faris dan Haji Obet, dan novel-novel remaja islami lainnya. Tetap saja saya hanya membaca dan tidak punya koleksi buku di rumah. Namanya juga buku pinjaman. Padahal harga buku saat saya masih SMU tergolong murah bila dibandingkan sekarang. Sekarang harga buku sebagian besar di atas tiga puluh ribu. Buku novel Annida yang nekad saya beli saat itu sebenarnya harganya cuma dua belas ribu. Tapi nilai uang saat SMU dengan sekarang tentu berbeda. Dua belas ribu waktu itu tergolong mahal apalagi untuk anak ukuran SMU seperti saya. Harus menabung berminggu-minggu untuk bisa menuruti keinginan membeli buku. Bahkan sempat terbersit rasa sesal karena telah membeli buku yang bukan buku pelajaran. Menyesal karena merasa uang tersebut melayang sia-sia. Rekor buku saya selama tiga tahun semasa SMU hanya dua yaitu novel Annida dan buku komedi Faris dan Haji Obet. Selebihnya saya tenggelam dengan buku-buku akademik. Sebenarnya ingin sekali melirik untuk membeli buku-buku yang saat itu lagi tren. Tapi cepat saya berpaling. Ada yang jauh lebih penting ketimbang buku-buku itu yaitu latihan soal-soal SPMB. Terlebih ketika kakak kelas yang rajin meminjami saya buku-buku sudah lulus. Semakin jauhlah saya dari buku. Bahkan buku Chicken Soup-pun saya tidak tahu. Benar-benar kuper pokoknya. Paling buku yang saya tahu “100 orang paling berpengaruh di dunia”.


Memasuki bangku kuliah saya mulai akrab dengan buku. Apalagi teman sekamar saya doyan membaca buku tapi lewat persewaan buku. Mulailah saya berkenalan dengan buku-bukunya Fira Basuki, Supernova-nya Dee, buku-buku chicklit dan teenlit, istilah-istilah trilogi, tetralogi-pun mulai akrab di telinga. Dan sejak saat itu saya menyisihkan beberapa puluh ribu untuk membeli sebuah buku dalam satu bulan. Tidak lebih dan tidak kurang, satu buku dalam satu bulan. Maklum masih meminta jatah uang bulanan dari orang tua. Walaupun saya juga mencari sambilan mengajar. Lumayan walaupun satu buku satu bulan, tetapi bisa menambah koleksi buku saya yang memang jumlahnya tidak seberapa. Bahkan taktik agar saya bisa membaca buku padahal sedang krisis, saya akan berlama-lama di toko buku tersebut. Membaca sebuah buku yang menarik. Lumayan terkadang dapat setengah isi buku. Besoknya dilanjutkan lagi. Hemat bukan...??? tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun.


Selepas lulus kuliah selama satu tahun, ada kewajiban bagi kami untuk magang. Saya mendapatkan tempat magang yang strategis. Strategis maksudnya dekat dengan tempat-tempat yang sering mengadakan pameran buku. Rajin sekali saya menyambangi Pameran. Entah itu pameran bukunya Kompas-Gramedia, Islamic Bookfair, Pesta Buku Jakarta, atau pameran-pameran yang sering diadakan Dinas Pendidikan Nasional. Bahkan untuk Islamic Bookfair hampir setiap hari saya kunjungi selepas pulang magang. Karena memang lokasinya yang sangat dekat.


Hingga suatu kali sekitar tahun 2007 saya berkenalan dengan buku Laskar Pelangi. Saya mengetahui buku itu dari sebuah forum diskusi yang memang membahas tentang buku. Penasaran. Dan menurut info yang saya peroleh harga buku ini mahal. Akhirnya saya memutuskan untuk ke Pasar Kwitang. Tidak sulit menemukan buku ini. Karena memang saat itu Laskar Pelangi merupakan buku yang fenomenal. Dengan harga separuhnya pula dari harga yang dibandrol di toko buku (Maaf Andrea Hirata). Tanpa pikir panjang saya beli buku itu. Senang karena dengan harga yang murah bisa mendapatkan buku yang sangat memotivasi.


Tetapi sebenarnya buku yang paling menginspirasi saya bukanlah buku Laskar Pelangi. Melainkan Sang Pemimpi. Buku Kedua Andrea Hirata. Di situ diceritakan mengenai mimpi-mimpi dua orang sahabat yang sepertinya mustahil untuk diwujudkan. Dua orang dari kalangan bawah bermimpi untuk bisa kuliah di Paris. Tetapi ternyata dengan sebuah tekad dan motivasi dari guru SMA mereka bisa mewujudkan mimpi-mimpi itu. Sebuah kalimat yang paling saya sukai dari Arai “Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”. Dari buku inilah saya mulai berani untuk bermimpi yang lebih besar. Dan mulai merintis jalan untuk mewujudkan mimpi-mimpi saya itu. Dan untuk buku Sang Pemimpi ini saya membeli asli dari toko buku.


Sekarang jumlah buku yang saya miliki sudah mencapai angka ratusan. Kamar kos saya yang sempit ini sudah tidak muat menampung buku-buku saya. Sebagian kecil sudah saya masukkan ke dalam kardus karena rak-rak buku yang ada sudah tidak muat lagi. Dua rak buku susun tiga plus 1 rak memanjang tempat komputer yang bagian samping dan bawah rak bisa dijadikan sebagai tempat buku. Ditambah lagi kardus-kadus yang sudah saya sulap menjadi tempat buku. Mumpung saya masih diberi kesempatan bisa membeli buku-buku. Karena saya memang mempunyai keinginan nanti kalau sudah berkeluarga mempunyai taman bacaan di rumah untuk tetangga sekitar. Buku yang saya miliki pun beragam. Buku anak-anak, parenting, religi, novel-novel yang mendidik (novel-novel picisan saya tidak suka), sampai majalah-majalah saya koleksi. Terbayang betapa sempitnya kamar kos saya. Bahkan malah teman saya yang bingung nanti bagaimana kalau saya mau pindah kos. Memang itulah yang menjadi salah satu alasan kenapa saya masih bertahan di kamar kos ini. Malas untuk pindahan.


Yang pasti saya akan tetap menambah koleksi buku-buku saya. Walaupun ada salah seorang teman yang mengatakan ” Saya kalau buku-buku seperti itu sayang kalau harus membeli. Mending baca di perpustakaan “, Katanya sambil menunjuk buku Laskar Pelangi yang saat itu sedang saya baca. Saya tidak menanggapinya. Karena saya beranggapan semua buku itu bermanfaat. Walaupun buku itu berisi pengalaman pribadi. Ya buku-buku semacam itu sekarang sedang marak. Buku-buku antologi yang berdasarkan kisah nyata. Bagi saya itu buku yang sangat menarik. Tidak mudah untuk menuangkan kisah pribadi dalam bentuk tulisan. Dan yang pasti kisah-kisah tersebut biasanya cukup menginspirasi dan bahasa yang digunakan mudah dicerna.


Buku, buku, dan buku. Sesuatu yang sangat menarik bila dibandingkan dengan apapun. Bahkan makanan selezat apapun.

2 komentar:

  1. membaca blog2 seperti kita mendapat buku baru setiap saat ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mbak... hmmm... senangnya dapat kunjungan dari mama ke2nai... salam kenal mbak...

      Hapus